RESENSI BUKU



Judul Buku                  : Ytk. Adikku Seminaris
Pengarang                   : Terry Th. Ponomban, Pr
Penerbit                       : PT. Cahaya Pineleng Jakarta
Tahun Terbit               : 2007
Jumlah Halaman         : 100 halaman + cover


Seminaris merupakan seseorang yang sangat dihormati dimanapun dia berada. Saat seminaris mengikuti misa di paroki, pasti banyak umat yang mengatahui bahwa dia adalah seoarang seminaris dan mempersilahkan duduk di sampingya. Demikian juga saat liburan, seminaris sering mendapat perlakukan khusus, entah dari umat atau pastor paroki. Banyak anak-anak misdinar ataupun OMK yang mendekatinya dan mengajak sharing dan nongkrong bersama. Dapat dikatakan bahwa seminaris memang andalan umat karena umat awam sangat merindukan seorang anak muda yang menjawab panggilan menjadi imam. Mereka akan sangat senang apabila putra parokinya sudah menjadi imam.

Buku berjudul Ytk. Adikku Seminaris ini, merupakan kumpulan cerita seorang imam kepada para seminaris. Penulis adalah seorang Imam Diosesan Keuskupan Manado yang berpengalaman dalam dunia pendidikan calon imam. Lantaran karyanya sebagai imam yang banyak dihabiskan dalam karya formatio, baik di seminari maupun di Karya Kepausan Indonesia dan Komisi Seminari KWI. Buku dengan tebal 100 halaman ini dapat memberikan gambaran kepada kita sebagai seminaris seputar kegiatan rohani, terutama doa.

Buku  yang merupakan buah pena Imam lulusan Teologi Spiritual Universitas Angelicum Roma ini terbagi menjadi sepuluh bab. Di setiap babnya, penulis menuangkan pengalamannya yang pernah menjadi seminaris di Seminari Menengah Xaverius Kakaskasen, Manado dan formator di Seminari Tahun Rohani di Manado dalam bentuk semacam surat dengan langkah-langkah konkret yang dapat membantu kita untuk memahami kegiatan rohani secara lengkap beserta langkah-langkahnya.

Penulis mengemukakan pendapatnya berdasarkan pengalamannya dalam mendampingi para frater di Tahun Rohnai, bahwa doa selalu dituntun oleh Roh Kudus sehingga akan lebih memberi perhatian pada keharmonisan antara yang rohani dan jasmani, dan antara yang spiritual dan corporal. Silentium juga menjadi hal yang penting dalam proses formation, sekalipun seminaris adalah anak muda. Silentium menjadi hal yang penting agar seluruh doa dan kontemplasi bermuara pada keheningan batin, sedangkan bibir terus melantunkan doa. Penulis juga berbagi pengalaman mengenai langkah-langkah memfokuskan diri pada doa. Selain doa dan keheningan, hal yang perlu dan baik untuk dilakukan ialah Examen. Examen merupakan kegiatan untuk menguji dan memerika setiap kata yang diucapkan, perbuatan yang dilakukan, pikiran dan keinginan hati budi, dorongan dalam jiwa dan badan untuk melihat dan memeriksa kembali apa saja yang telah dilakukan. Examen juga menjadi obat tidur yang mujarab dan memberi jalan keluar pada seminaris yang gelisah dan tegang karena rasa salah yang diperbuat pada hari itu.

Selain itu, penulis yang pandai dalam bidang spiritual ini mengajak seminaris untuk menghidupi doa yang tak kunjung henti, yang berarti hidup di hadirat Allah dalam relasi personal yang penuh kasih” yang terfokuskan dan tersatukan dengan Tuhan. Di dalam doa, tentu ada pengalaman kering dan gagal, pengalaman ini  dapat dikatakan sebagai langkah awal menuju anak tangga yang lebih tinggi dalam hidup rohani.

Selain doa dan hidup rohani, yang terpenting dalam panggilan ialah Peranan Keluarga, karena keluarga sebagai awal panggilan kita terbentuk dan tempat kita belajar segala hal baik. Penulis mengibaratkan keluarga adalah seminari kecil dengan orang tua sebagai rektor dan pembimbing rohani.

Penulis yang berlatar belakang karya formatio ini, senantiasa mengingatkan seminaris agar ketika hendak masuk seminari tidak terburu-buru mempraktikan kehidupan seminari di rumah dengan ketat. Yang terpenting menjelang masuk seminari ialah mengembangkan diri dengan keutamaan seorang pelayan. Kemudian, penulis juga mengingatkan seminaris bahwa seminaris adalah promotor panggilan utama yang dapat menjadi power of your presence dengan memberi kesaksian sebagai seminaris, sehingga ada kaum muda yang tertarik masuk seminari dan menjadi imam. Pengalaman ini semua tentu bertolak dari motivasi sederhana untuk menemukan rasion d’entre untuk menjadi seorang imam.


Secara keseluruhan, buku ini sudah baik karena bahasa yang digunakan tidak terlalu berat dan mudah dicerna siapa saja yang membaca. Buku ini juga baik karena dilengkap dengan gambar-gambar seminari dan kegiatannya yang mendukung tulisan pada setiap bab-nya.  Buku ini juga akan menimbulkan rasa kekeluargaan yang dalam ketika membacanya, karena dalam penulisannya, penulis menganggap dirinya kakak seorang seminaris dan pembacanya adalah adik kandung sendiri. Namun, buku ini masih memiliki kekurangan, salah satunya adalah masih ada beberapa kalimat dalam paragaf setiap bab yang cenderung berat dan tidak mudah dimengerti maknanya. Untuk tata letak dan desain grafis sudah sangat baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAGAIMANA SIKAP YANG BAIK KETIKA AKAN MENGIKUTI EKARISTI???